REHABILITASI EKONOMI ORDE BARU
MAKALAH
“REHABILITASI EKONOMI
ORDE BARU”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA :AJI LESMANA
ANDIKA TRI
DWI PRASTAMA
M.FAZRIN
M.RANGGA PRASETYA
PUTRI ANASTASYA
SONYA GANDI
SRI ANDINI
WINDI DWITAMALA
SMK SWASTA TELADAN MEDAN
TAHUN AJARAN : 2018-2019
Daftar
Isi
HALAMAN JUDUL ………………………………. i
KATA PENGANTAR …………………....………… ii
DAFTAR ISI ………………………………….……. Iii
KATA PENGANTAR …………………....………… ii
DAFTAR ISI ………………………………….……. Iii
BAB I
PENDAHULUAN ………………..……….. 1
A. Latar
Belakang ………………....……………….. 2
B.
Rumusan Masalah ……….……………………… 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………. 4
A.Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru
BAB III PENUTUP ……………………….……… 26
- A.
Simpulan …………………………………… 30
- B. Saran ……………………………..……….…31
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang
digunakan untuk memisahkan antara kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan
Gerakan 30 September tahun 1965. Orde
baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan
pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa,
dan negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan
konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas
nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, terdapat
beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
-Bagaiman
latar belakang lahirnya orde baru ?
-Bagaimana politik dalam negri pada masa orde baru ?
-Bagaimana
kehidupan bidang ekonomi pada masa orde baru ?
-Bagaimana
perkembangan social budaya pada masa orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
REHABILITASI EKONOMI
ORDE BARU
Rehabilitas ekonomi pada masa Orde
Baru,-
Program pemerintah diarahkan sebagai upaya
penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilitas dan rehabilitas ekonomi.
Stabilitas ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang dan
bahan pokok tidak melonjak terus.
Rehabilitas ekonomi
adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat
dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana ang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.
Perkembangan Ekonomi di Indonesia
Menurut Mas’oed (1989), periode kekuasaan di Indonesia, yaitu Orde Lama,
Orde Baru dan reformasi, memiliki ciri khas masing-masing yang akhirnya juga
membawa dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi
pembangunan yang dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni
pembangunan dengan melakukan stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan
sumber luar negeri dan pembangunan berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha
stablisasi ekonomi dengan memperkuat usaha-usaha dalam neger.
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti bantuan asing dan
berorientasi ke dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling
tinggi adalah berdiri di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari.”
Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun
perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh
Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang
semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi bantuan asing.
Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak
menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia.
Padahal saat itu di awal kemerdekaannya Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat
dalam pilar ekonomi.
Sikap Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi
tersendiri yaitu terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung
mengabaikan permasalahan mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran
yang terjadi bukan ditujukan terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan
militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik lainnya.
Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama
negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600%
per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi
Indonesia. Kepercayaan masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena
rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde
Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto,
slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima.”
Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya,
kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi.
Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan
era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara
barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat itu.
Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di
berbagai sector dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari
negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam
menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar.
Mochtar (1989) menegaskan, Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia
memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari
masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan
perusahaan-perusahaan multinasional. Orde Baru cenderung berorientasi keluar
dalam membangun ekonomi.
Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan
yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih
buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan
inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi.
Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama,
Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan
penyelesaian konflik dengan Malaysia.
Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan
oleh Soekarno, namun dengan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan
kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia.
Program Penyelamatan Ekonomi Nasional di Masa Orde Baru
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan
pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
– Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan
ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
– MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional,
terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi
ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak
terus. Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi.
Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan
MPRS tersebut adalah:
– Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi
tersebut adalah:
– Rendahnya penerimaan negara.
– Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
– Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
– Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
– Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.
– Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
– Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka
pemerintah Orde Baru menempuh cara:[butuh rujukan]
– Mengadakan operasi pajak
– Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan
perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung
pajak orang.
– Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin),
serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
– Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun
1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk
Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan
ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya
sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif
stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun
1969 dapat dikendalikan pemerintah.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana sosial dan ekonomi. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu. Dampaknya, lembaga negara tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.
stabilisasi polkam diperlukan untuk
pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Kondisi ekonomi yang diwarisi Orde
Lama adalah sangat buruk. Sektor produksi barang-barang konsumsi misalnya hanya
berjalan 20% dari kapasitasnya. Demikian pula sektor pertanian dan perkebunan
yang menjadi salah satu tumpuan ekspor juga tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Hutang yang jatuh tempo pada akhir Desember 1965, seluruhnya berjumlah
2,358 Juta dollar AS. Dengan Perincian negara-negara yang memberikan hutang
pada masa Orde Lama adalah blok negara komunis (US $ 1.404 juta), negara Barat
(US $ 587 juta), sisanya pada negara-negara Asia dan badan-badan internasional.
Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru
dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang isinya antara lain
mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan ekonomi rakyat di atas segala
soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik. Konsekuensinya
kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa hingga
benar-benar membantu perbaikan ekonomi rakyat.
Bertolak dari kenyataan ekonomi seperti
itu, maka prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehabilitasi
ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan perintah dengan meyusun
APBN(Anggaran Pendapatan Belanja Negara) berimbang. Sejalan dengan kebijakan
itu pemerintah Orde Baru berupaya menyelesaikan masalah hutang luar negeri
sekaligus mencari hutang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun
pembangunan ekonomi berikutnya.
Untuk menanggulangi masalah
hutang-piutang luar negeri itu, pemerintah Orde Baru berupaya melakukan
diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim negosiasinya ke Paris, Perancis (Paris
Club), untuk merundingkan hutang piutang negara, dan ke London , Inggris (London
Club) untuk merundingkan hutang-piutang swasta. Sebagai bukti keseriusan
dan itikad baik untuk bersahabat dengan negara para donor, pemerintah Orde Baru
sebelum pertemuan Paris Club telah mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan
pemerintah Belanda mengenai pembayaran ganti rugi sebesar 165 juta dollar AS
terhadap beberapa perusahaan mereka yang dinasionalisasi oleh Orde Lama pada
tahun 1958. Begitu pula dengan Inggris telah dicapai suatu kesepakatan untuk
membayar ganti rugi kepada perusahaan Inggris yang kekayaannya disita oleh
pemerintah RI semasa era konfrontasi pada tahun 1965.
Sejalan dengan upaya diplomasi ekonomi,
pada 10 Januari 1967 pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No.1 tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) . Dengan UU PMA, pemerintah ingin
menunjukan kepada dunia internasional bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh
oleh pemerintah Orde Baru, berbeda dengan Orde Lama. Orde Baru tidak memusuhi
investor asing dengan menuduh sebagai kaki tangan imperialisme. Sebaliknya,
aktivitas mereka dipandang sebagai prasyarat yang dibutuhkan oleh sebuah negara
yang ingin membangun perekonomiannya. Dengan bantuan modal mereka, selayaknya
mereka didorong dan dikembangkan untuk memperbanyak investasi dalam berbagai
bidang ekonomi. Sebab dengan investasi mereka, lapangan kerja akan segera
tercipta dengan cepat tanpa menunggu pemerintah memiliki uang terlebih dahulu
untuk menggerakan roda pembangunan nasional.
Upaya diplomasi ekonomi ke negara-negara
Barat dan Jepang itu, tidak hanya berhasil mengatur penjadwalan kembali
pembayaran hutang negara dan swasta yang jatuh tempo, melainkan juga mampu
meyakinkan dan menggugah negara-negara tersebut untuk membantu Indonesia yang
sedang terpuruk ekonominya. Hal ini terbukti antara lain dengan dibentuknya
lembaga konsorsium yang bernama Inter Governmental Group on Indonesia
(IGGI) . Proses pembentukan IGGI diawali oleh suatu pertemuan antara para
negara yang memiliki komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari
1967, di Amsterdam. Inisiatif itu datang dari pemerintah Belanda. Pertemuan ini
juga dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan
internasional. Dalam pertemuan itu disepakati untuk membentuk IGGI dan Belanda
ditunjuk sebagai ketuanya.
Selain mengupayakan masuknya dana
bantuan luar negeri, pemerintah Orde Baru juga berupaya menggalang dana dari
dalam negeri yaitu dana masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh
pemerintah bersama– sama Bank Indonesia dan bank-bank milik negara lainnya
adalah berupaya agar masyarakat mau menabung.
Upaya lain adalah menerbitkan UU
Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No.6 1968. Satu hal dari UUPMDN adalah
adanya klausal yang menarik yang menyebutkan bahwa dalam penanaman modal dalam
negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia harus menguasai 51% sahamnya. Untuk
menindaklanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada tatanan
pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas
menanganinya. Pada 19 Januari 1967, pemerintah membentuk Badan
Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan Keppres no.286/1968 badan itu
berubah menjadi Team Teknis Penanaman Modal (TTPM). Pada Tahun 1973, TTPM
digantikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga saat ini.
Kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintah pada awal Orde Baru mulai menunjukan hasil positif Hiperinflsi mulai
dapat dikendalikan,dari650% menjadi 120% (1967), dan 80% (1968), sehingga pada
tahun itu diputuskan bahwa Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pertama
akan dimulai pada tahun berikutnya(1969) Setelah itu pada tahun berikutnya
tahuni nflasi terus menurun menjadi 25% (1969), 12% (1970), dan 10% (bahkan
sampai 8.88%) pada tahun 1971.
Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru
dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS No.XXIII/1966 yang isinya tentang
pembaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan.Tujuan
dikeluarkan keterapan tersebut adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan
ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak tahun 1955. Berdasarkan ketetapan
tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekonomian Indonesia sebagai
berikut:
- Mengeluarkan Peraturan 3 Oktober
1966, tentang pokok-pokok regulasi.
- Mengeluarkan Peraturan 10 Pebruari
1967, tentang harga dan tarif.
- Peraturan 28 Juli 1967, tentang
pajak usaha serta ekspor Indonesia.
- UU No. 1 Tahun 1967 , tentang
Penanaman Modal Asing.
- UU No. 13 Tahun 1967, tentang
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja ( RAPB).
Indonesia pada awal pemerintahan Orde
Baru berhasil mengatasi krisis ekonomi yang diderita. Banyak modal asing
datang, industri berkenbang pesat, dan muncul kesempatan kerja. Indonesia juga
menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan dunia, seperti Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
:
Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal
orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pengimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat,
sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan
presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat
kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun
harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara
mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah
beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana
kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru
akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para
mahasiswa di depan gendung DPR yang akhirnya
pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi
yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan
mulai tumbuh hingga sekarang ini.
SARAN :
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh
kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman
kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun
dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.
Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga
negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini.
Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara
institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik
yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi
sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam
mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa
reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang
sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya
penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan”
birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut
didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah
ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para
pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus
bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga
diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan
simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa
menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
Komentar
Posting Komentar